Ada sebuah kisah yang dipaparkan oleh Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun, MA. Cerita ini disampaikan bertepatan dengan malam nuzulul Qur’an, 17 Ramadhan 1443 H yang bertepat di PP. Al-Anwar 3, Sarang.
Sebelum itu, Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun,
MA. atau lebih akrab disapa dengan Babah Ghofur di kalangan santri-santrinya, berkisah
bahwa penetapan malam Nuzulul Qur’an yang diperingati setiap malam 17 Ramadhan ternyata
tidak hanya di Indonesia saja. Di Mesir dan di sebagian besar begara Muslim
juga memperingati malam 17 Ramadhan sebagai malam nuzulul Qur’an.
Babah Ghofur membacakan dua hadis Nabi Ṣalla
Allāhu ‘Alayhi Wa Sallam,
Pertama, hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra.
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا
عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَكَلَ
طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ وَقَالَ إِذَا مَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ
أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الْأَذَى وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا
لِلشَّيْطَانِ وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلِتَ الصَّحْفَةَ وَقَالَ إِنَّكُمْ لَا
تَدْرُوْنَ فِيْ أَيِّ طَعَامِكُمْ الْبَرَكَةُ. قَالَ أَبُوْ عِيْسَى هَذَا
حَدِيْثٌ حَسَنٌ غَرِيْبٌ صَحِيْحٌ.
“Jika seseorang memakan
makanan lalu sebagiannya jatuh maka hendaknya dia menghilangkan debu yang
mencampurinya kemudian memakannya dan janganlah dia membiarkannya untuk setan.”
Kemudian beliau juga memerintahkan kami untuk mengusap piring, dan beliau
bersabda: “Sesungguhnya kalian tidak tahu, manakah di antara butiran makanan
kalian yang mengandung barakah.” Abu Isa berkata; ini adalah
hadis Hasan Gharib Shahih. (HR. Tirmidzi)
Dari hadis yang pertama ini Babah Ghofur
memberikan penjelasannya bahwa jangan pernah sekali-kali kita menyepelekan
suatu hal yang dianggap remeh. Kita tidak tahu di mana letak keberkahan itu
berada. Bisa saja suatu hal yang kita anggap remeh ternyata terdapat keberkahan
yang luar biasa di dalamnya. Bisa saja keberkahan itu kita dapati tanpa kita
sadari.
Kedua, hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra.
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
لِيْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ((لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ
الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ)).
“Dari Abi Dzar ra. berkata,
Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun,
walaupun jika engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah yang penuh senyum
dan berseri.” (HR. Muslim)
Dari hadis yang kedua, Babah ingin
menyampaikan bahwa jangan sekali-kali seseorang menyepelekan hal yang
sederhana. Bisa saja di dalam kesederhanaan itu terdapat begitu banyak
keberkahan yang Allah simpan di dalamnya. Kemudian Babah Ghofur melanjutkan,
“Mbah Maimun pernah dawuh (berkata): “Jangan pernah menyepelekan
santri-santrimu, lantaran bisa saja santrimu yang paling dableg (bodoh) menjadi
lantaran kita masuk surga.”
Babah Ghofur juga memiliki sifat husnuzhon
(berprasangka baik) kepada santri-santrinya. Babah Ghofur juga sering
memulai mengucapkan salam ketika berpapasan dengan santrinya.
Ada pesan Babah Ghofur malam itu, yaitu
bawalah al-Qur’an kemana pun kamu pergi, dibaca. Ketika sedang berada di atas kapal,
di bus, di kendaraan apa saja.
Suatu hari Babah Ghofur naik pesawat dengan mamah Nadia (Istri beliau, Mamah Nyai Nadia Jirjis). Di dalam pesawat ada seorang laki-laki yang duduk bersebelahan dengan Babah, kemudian berkata: “Saya biasanya takut kalau naik pesawat. Tapi hari ini tidak”. Dijelaskanlah oleh laki-laki tadi perihal alasannya tidak takut naik pesawat hari itu, karena di sebelahnya ada yang membaca al-Qur’an, yakni Babah Ghofur dan Mamah Nadia.
Komentar
Posting Komentar